BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra lisan pada
hakekatnya adalah tradisi yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat
tertentu.Keberadaan sastra lisan diakui, bahkan sangat dekat dengan kelompok
masyarakat yang memilikinya.Dalam sastra lisan, isi ceritanya seringkali
mengungkapkan keadaan sosial budaya masyarakat tertentu.Biasanya sastra lisan
berisi gambaran latar sosial, budaya, serta sistem kepercayaan.Sastra lisan
adalah produk budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi, seperti ungkapan
tradisional, puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyian rakyat.Usaha menggali
nilai sastra lisan bukan berarti menampilkan sifat kedaerahan, melainkan
penelusuran terhadap unsur kebudayaan daerah yang perlu dilaksanakan karena
sastra daerah merupakan sumber yang tidak pernah kering bagi keutuhan budaya
nasional kita.Sastra (sansekerta: shastra) merupakan bahasa serapan dari bahasa
sansekerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau
“pedoman”, dari kata dasar sas-yang berarti “instruksi” atau “ajaaran”. Dalam
bahasa Indonesia, kata ini bisa
digunakan untu meruju kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan
yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Sastra lisan adalah
bagian dari tradisi yang berkembang di tengah rakyat jelata yang menggunakan
bahasa sebagai media utama.Sastra lisan ini lebih dulu muncul dan berkembang di
masyarakat daripada sastra tulis.Dalam kehidupan sehari-hari, jenis sastra ini
biasanya dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, seorang tukang cerita pada
para pendengarnya, guru pada para muridnya, ataupun antar sesama anggota
masyarakat.Untuk menjaga kelangsungan sastra lisan ini, warga masyarakat
mewariskannya secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Sastra lisan sering
juga disebut sebagai sastra rakyat, karena muncul dan berkembang di tengah
kehidupan rakyat biasa.Sastra lisan ini dituturkan, didengarkan dan dihayati
secara bersama-sama pada peristiwa tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu
pula. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain berkaitan dengan upacara
perkawinan, upacara menanam dan menuai padi, kelahiran bayi dan upacara yang
bertujuan magis.
Folklor hanya merupakan
sebagian kebudayaan, yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau
lisan.Itulah sebabnya ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan.Menurut
Danandjaja (dalam Rafiek, 2010: 52) tadisi lisan hanya mencakup cerita rakyat,
teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat.Sedangkan folklor mencakup lebih
dari itu, seperti tarian rakyat dan arsitektur rakyat.
1.2 Masalah
Masalah yang dibahas
dalam makalah ini adalah mitos yang ada di Wakatobi.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan mitos yang ada
di Wakatobi.
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin
diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan
pemahaman tentang mitos yang ada di Wakatobi.
2.
Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan
pemahaman tentang mitos yang ada di Wakatobi.
1.5 Ruang Lingkup
Makalah ini hanya
membahas mitos yang ada di Wakatobi, adapun mitos yang ada di daerah lain hanya
melengkapi saja.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian
Mitos Menurut Para
Mitos(dari Greek μύϑος mythos)
menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "cerita (kisah) tentang dewa-dewa
dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang dianggap oleh setengah
golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan kepercayaan berkenaan
kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya."Mitos juga merujuk kepada satu
cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu
peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu.Ia dianggap sebagai suatu
kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai rujukan, atau merupakan
suatu dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara (www.google.com).
Menurut Bascom (via Danandjaja, 1986: 50) mite adalah cerita prosa rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita.Mite
tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain,
atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa
lampau. Karena itu, dalam mite sering ada tokoh pujaan yang dipuji dan atau
sebaliknya, ditakuti. Disisi lain, pemahaman atas cerita yang bernuansa mitos
seringkali diikuti dengan adanya penghormatan yang dimanifestasikan ke dalam
wujud pengorbanan (Suwardi, 2005: 163). Hal ini menyiratkan bahwa dalam mitos
pada kenyataannya melahirkan sebuah keyakinan karena tokoh mitos bukan tokoh
sembarangan.Keyakinan tersebut sering mempengaruhi pola pikir ke arah takhayul.
Menurut teori mitologi matahari yang dicetuskan oleh Max
Muller (Danandjaja, 1986: 51), mite sesungguhnya adalah pengulangan kejadian
pagi dan malam. Menurut Muller, dongeng Eropa berasal dari mite, karena
mengandung perlambangan yang sama, yakni terjadinya pagi dan malam. Teori
Muller ini dibuat berdasarkan bukti dari hasil penelitian ilmu linguistik
perbandingan.Ketika bahasa Sanskerta telah dianggap sebagai kunci keluarga
bahasa Indo-Eropa, Muller membandingkan nama-nama para dewa beberapa mitologi
Eropa dengan nama-nama gejala alam dalam bahasa Sanskerta. Kesimpulan
penelitiannya adalah bahwa semua nama dewa utama Eropa melambangkan fenomena
matahari. Oleh sebab itu, teori Muller kemudia terkenal dengan nama mitologi
matahari atau philological school. Teori mitologi matahari bersifat
monogenesis karena para penganutnya menganggap bahwa semua mite di dunia
berasal dari India.Hal tersebut merujuk pada Indianist theory (dipimpin
oleh Theodore Benfey) yang mengembalikan semua dongeng Eropa ke negara asalnya
(India).
Teori mite monogenesis tersebut mendapatkan tantangan
dengan munculnya teori mite yang bersifat poligenesis (Danandjaja, 1986:
57-58). Teori ini dikemukakan oleh Charles Darwin (evolusi kebudayaan sama
halnya dengan evolusi biologi), dan Andrew Lang yang menyatakan bahwa setiap
kebudayaan di dunia ini mempunyai kemampuan berevolusi. Oleh karenanya,
masing-masing folk mempunyai kemampuan untuk melahirkan unsur-unsur kebudayaan
yang sama dalam setiap taraf evolusi yang sama. Dengan demikian, jika sampai
ada motif cerita rakyat yang sama dari beberapa negara, maka hal itu disebabkan
masing-masing negara mempunyai kemampuan untuk menciptakannya sendiri secara
berdiri sendiri maupun sejajar (independent of parallel invention).
Penganut teori ini salah satunya adalah Euhemerus (terkenal dengan teori
Euhemerisme) yang menyatakan bahwa manusia menciptakan para dewanya berdasarkan
wajah dirinya sendiri.Menurutnya, para dewa dari mitologi pada hakekatnya
adalah manusia (pria maupun wanita) yang didewakan, dan mite sebenarnya adalah
kisah nyata orang-orang yang pernah hidup, namun kemudian kisah itu telah
mengalami distorsi (Danandjaja, 1986: 59).
Berdasarkan isinya
mitos dapa dikelompokkan menjadi: 1) mitos terjadinya alam semesta; 2) mitos
dunia dewata yang memasukkan juga cerita tentang terjadinya susunan para dewa;
3) miots manusia pertama termasuk hal-hal yang berkaitan dengan inisiasi;
misalnya cerita manusia pertama di wakatobi.Dimana di dalamnya terdapat seorang
wanita cantik yakni seekor wangaro yang menjelma menjadi seorang wanita cantik
yang diperebutkan la sope dan la timbarado.
Secara umum, ada
beberapa cirri-ciri dari mitos itu sendiri yaitu: 1) Distorsif maksudnya
adalah hubungan antara Form dan Concept
bersifat distosif dan deformatif. Concept mendistorsi Form sehingga makna pada
sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang
sebenarnya. 2) Intensional maksudnya
adalah mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan, dikonstruksikan
oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu. 3) Statement of fact maksudnya adalah mitos
menaturalisasikan pesan sehingga kita menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang
tidak perlu diperdebatkan lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar
awam. 4) Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos
diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang
akan digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Mitos
(dari Greek μύϑος mythos) menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "cerita
(kisah) tentang dewa-dewa dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang
dianggap oleh setengah golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan
kepercayaan berkenaan kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya."Mitos juga
merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai
kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu.Ia
dianggap sebagai suatu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai
rujukan, atau merupakan suatu dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi
upacara.
Jadi
dapat ditarik kesimpulan bahwa Mitos adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar
terjadi dan dianggap suci atau skral, misalnya mitos-mitos yang ada di daerah
wakatobi seperti: loloa, sawara, kabuenga, duata, Bangka mbule-mbule, dan
lainnya.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi kelengkapan makalah ini.
DAFTAR PUATAKA
Hadara
Ali.2005.Studi Awal Tentang Sejarah Awal Masyarakat Wakatobi.Laporan Hasil
Penelitian,kendar: Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo.
Hadara
Ali.2007.Suatu Kajian Sejarah Kelautan, Kearifan Lokal, dan Partisipasi
Sosial.Wakatobi.
Agni, Binar.
2008. Sastra Indonesia Lengkap, Pantun, Puisi, Majas, Peribahasa, Kata Mutiara. Jakarta: Hi-Fest
Publishing.
Djamaris, Edwar. 1993. Menggalih
Khazanah Sastra Melayu Klasik ( Sastra Indonesia
Lama). Jakarta: Balai Pustaka.
Rafiek. 2010. Teori Sastra, Kajian dan
Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
SAMPUL................................................................................. i
KATA
PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Masalah.................................................................................................... 2
1.3 Tujuan
...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat.................................................................................................... 2
1.5 Ruang
Lingkup......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1Pengertian Mitos
Menurut Para................................................................. 3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 6
3.2 Saran ........................................................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar