Rabu, 06 Juni 2012

Sastra Daerah


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sastra lisan pada hakekatnya adalah tradisi yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu.Keberadaan sastra lisan diakui, bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya.Dalam sastra lisan, isi ceritanya seringkali mengungkapkan keadaan sosial budaya masyarakat tertentu.Biasanya sastra lisan berisi gambaran latar sosial, budaya, serta sistem kepercayaan.Sastra lisan adalah produk budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi, seperti ungkapan tradisional, puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyian rakyat.Usaha menggali nilai sastra lisan bukan berarti menampilkan sifat kedaerahan, melainkan penelusuran terhadap unsur kebudayaan daerah yang perlu dilaksanakan karena sastra daerah merupakan sumber yang tidak pernah kering bagi keutuhan budaya nasional kita.Sastra (sansekerta: shastra) merupakan bahasa serapan dari bahasa sansekerta sastra,  yang  berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar sas-yang berarti “instruksi” atau “ajaaran”. Dalam bahasa Indonesia, kata ini bisa  digunakan untu meruju kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Sastra lisan adalah bagian dari tradisi yang berkembang di tengah rakyat jelata yang menggunakan bahasa sebagai media utama.Sastra lisan ini lebih dulu muncul dan berkembang di masyarakat daripada sastra tulis.Dalam kehidupan sehari-hari, jenis sastra ini biasanya dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, seorang tukang cerita pada para pendengarnya, guru pada para muridnya, ataupun antar sesama anggota masyarakat.Untuk menjaga kelangsungan sastra lisan ini, warga masyarakat mewariskannya secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Sastra lisan sering juga disebut sebagai sastra rakyat, karena muncul dan berkembang di tengah kehidupan rakyat biasa.Sastra lisan ini dituturkan, didengarkan dan dihayati secara bersama-sama pada peristiwa tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu pula. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain berkaitan dengan upacara perkawinan, upacara menanam dan menuai padi, kelahiran bayi dan upacara yang bertujuan magis.
Folklor hanya merupakan sebagian kebudayaan, yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan.Itulah sebabnya ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan.Menurut Danandjaja (dalam Rafiek, 2010: 52) tadisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat.Sedangkan folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian rakyat dan arsitektur rakyat.

1.2  Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah mitos yang ada di Wakatobi.

1.3  Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan mitos yang ada di Wakatobi.

1.4  Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.                  Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang mitos yang ada di Wakatobi.
2.                  Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang mitos yang ada di Wakatobi.

1.5  Ruang Lingkup
Makalah ini hanya membahas mitos yang ada di Wakatobi, adapun mitos yang ada di daerah lain hanya melengkapi saja.



BAB II
PEMBAHASAN



2.1Pengertian Mitos Menurut Para
Mitos(dari Greek μύϑος mythos) menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "cerita (kisah) tentang dewa-dewa dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang dianggap oleh setengah golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan kepercayaan berkenaan kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya."Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu.Ia dianggap sebagai suatu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai rujukan, atau merupakan suatu dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara (www.google.com).
Menurut Bascom (via Danandjaja, 1986: 50) mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita.Mite tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Karena itu, dalam mite sering ada tokoh pujaan yang dipuji dan atau sebaliknya, ditakuti. Disisi lain, pemahaman atas cerita yang bernuansa mitos seringkali diikuti dengan adanya penghormatan yang dimanifestasikan ke dalam wujud pengorbanan (Suwardi, 2005: 163). Hal ini menyiratkan bahwa dalam mitos pada kenyataannya melahirkan sebuah keyakinan karena tokoh mitos bukan tokoh sembarangan.Keyakinan tersebut sering mempengaruhi pola pikir ke arah takhayul.
Menurut teori mitologi matahari yang dicetuskan oleh Max Muller (Danandjaja, 1986: 51), mite sesungguhnya adalah pengulangan kejadian pagi dan malam. Menurut Muller, dongeng Eropa berasal dari mite, karena mengandung perlambangan yang sama, yakni terjadinya pagi dan malam. Teori Muller ini dibuat berdasarkan bukti dari hasil penelitian ilmu linguistik perbandingan.Ketika bahasa Sanskerta telah dianggap sebagai kunci keluarga bahasa Indo-Eropa, Muller membandingkan nama-nama para dewa beberapa mitologi Eropa dengan nama-nama gejala alam dalam bahasa Sanskerta. Kesimpulan penelitiannya adalah bahwa semua nama dewa utama Eropa melambangkan fenomena matahari. Oleh sebab itu, teori Muller kemudia terkenal dengan nama mitologi matahari atau philological school. Teori mitologi matahari bersifat monogenesis karena para penganutnya menganggap bahwa semua mite di dunia berasal dari India.Hal tersebut merujuk pada Indianist theory (dipimpin oleh Theodore Benfey) yang mengembalikan semua dongeng Eropa ke negara asalnya (India).
Teori mite monogenesis tersebut mendapatkan tantangan dengan munculnya teori mite yang bersifat poligenesis (Danandjaja, 1986: 57-58). Teori ini dikemukakan oleh Charles Darwin (evolusi kebudayaan sama halnya dengan evolusi biologi), dan Andrew Lang yang menyatakan bahwa setiap kebudayaan di dunia ini mempunyai kemampuan berevolusi. Oleh karenanya, masing-masing folk mempunyai kemampuan untuk melahirkan unsur-unsur kebudayaan yang sama dalam setiap taraf evolusi yang sama. Dengan demikian, jika sampai ada motif cerita rakyat yang sama dari beberapa negara, maka hal itu disebabkan masing-masing negara mempunyai kemampuan untuk menciptakannya sendiri secara berdiri sendiri maupun sejajar (independent of parallel invention). Penganut teori ini salah satunya adalah Euhemerus (terkenal dengan teori Euhemerisme) yang menyatakan bahwa manusia menciptakan para dewanya berdasarkan wajah dirinya sendiri.Menurutnya, para dewa dari mitologi pada hakekatnya adalah manusia (pria maupun wanita) yang didewakan, dan mite sebenarnya adalah kisah nyata orang-orang yang pernah hidup, namun kemudian kisah itu telah mengalami distorsi (Danandjaja, 1986: 59).
Berdasarkan isinya mitos dapa dikelompokkan menjadi: 1) mitos terjadinya alam semesta; 2) mitos dunia dewata yang memasukkan juga cerita tentang terjadinya susunan para dewa; 3) miots manusia pertama termasuk hal-hal yang berkaitan dengan inisiasi; misalnya cerita manusia pertama di wakatobi.Dimana di dalamnya terdapat seorang wanita cantik yakni seekor wangaro yang menjelma menjadi seorang wanita cantik yang diperebutkan la sope dan la timbarado.
Secara umum, ada beberapa cirri-ciri dari mitos itu sendiri yaitu: 1) Distorsif maksudnya adalah  hubungan antara Form dan Concept bersifat distosif dan deformatif. Concept mendistorsi Form sehingga makna pada sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang sebenarnya. 2)  Intensional maksudnya adalah mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan, dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu. 3)  Statement of fact maksudnya adalah mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam. 4) Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya.





BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
            Mitos (dari Greek μύϑος mythos) menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "cerita (kisah) tentang dewa-dewa dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang dianggap oleh setengah golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan kepercayaan berkenaan kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya."Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu.Ia dianggap sebagai suatu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai rujukan, atau merupakan suatu dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Mitos adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci atau skral, misalnya mitos-mitos yang ada di daerah wakatobi seperti: loloa, sawara, kabuenga, duata, Bangka mbule-mbule, dan lainnya.

3.2 Saran
            Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kelengkapan makalah ini.



DAFTAR PUATAKA

Hadara Ali.2005.Studi Awal Tentang Sejarah Awal Masyarakat Wakatobi.Laporan Hasil Penelitian,kendar: Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo.

Hadara Ali.2007.Suatu Kajian Sejarah Kelautan, Kearifan Lokal, dan Partisipasi Sosial.Wakatobi.

Agni, Binar. 2008. Sastra Indonesia Lengkap, Pantun, Puisi, Majas, Peribahasa,                 Kata Mutiara. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Djamaris, Edwar. 1993. Menggalih Khazanah Sastra Melayu Klasik ( Sastra                       Indonesia Lama). Jakarta: Balai Pustaka.
Rafiek. 2010. Teori Sastra, Kajian dan Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.
















DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL.................................................................................        i
KATA PENGANTAR...................................................................................        ii
DAFTAR ISI ................................................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ........................................................................................        1
1.2  Masalah....................................................................................................        2
1.3  Tujuan ......................................................................................................        2
1.4  Manfaat....................................................................................................        2
1.5  Ruang Lingkup.........................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
2.1Pengertian Mitos Menurut Para.................................................................        3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................................        6
3.2 Saran ........................................................................................................        6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................        7


Tidak ada komentar:

Posting Komentar