Rabu, 06 Juni 2012

SASTRA INDONESIA BARU 





Perang dunia ke-II telah meletus. Tentara fasis Jerman berusaha
merebut Afrika dan telah menduduki Checo dan Polandia.  Expansinya berjalan terus kemana-mana hampir seluruh Eropa dibawah kekuasaan fasisme Jerman. Perang dunia ke
II yang sedang berkecamu, Jepang sebagai sekutu Jerman berjhsil
menduduki  sebagian besar wilayah Tiongkok dan expansinya merembet
keseluruh Asia. Sehingga Asia telah menjadi wilayah pendudukan tentara
fasis Jepang, termasuk Indonesia. Kemudian Jepang memproklamirkan diri
perang terhadap Amerika 8 Desember 1941, yang disebut perang Pasifik dan
Jepang mulai membomi pelabuhan Perl Harbor di Hawaii pada tanggal 7
Desember 1941, pusat marine AS.
Jepang dengan mudah merebut
negara-negara jajahan dan setengah jajahan Asia, karena front anti fasis
tidak berhasil terbentuk, bahkan memperoleh penolakan oleh semua
kekuatan-kekuatan demokratis, karena inisiatif itu datang dari golongan
komunis. Oleh karena itu dalam tempo beberapa hari saja seluruh wilayah
Asia telah menjadi daerah pendudukan tentara fasis Jepang.
Demikianlah juga di Indonesia, Belanda sama
sekali tak berdaya mengahadapi tentara Jepang. Mereka lebih baik
menyerah kepada Jepang (9 Maret 1942) daripada bekerjasama dengan front
anti-fasis Indonesia.
Setelah Indonesia diduduki tentara Jepang. Maka kehidupan secara
umum  menjadi berubah samsekali.
Bukan yang menyenangkan tetapi sebaliknya kehidupan yang menyedihkan.
 Juga kehidupan berseni khususnya di bidang seni musik harus menelan pel
pahit tersebu
Pada saat itu
seluruh potensi di Indonesia telah ditangan Jepang dan potensi itu
dipusatkan untuk keperluan perang. Kaum tani dipaksa menyerahkan hasil
buminya, termasuk juga ternaknya. Pemuda-pemuda dipaksa untuk kerja rodi
difront. Itulah yang disebut romusa. Mereka dipaksa untuk membuat
jalan-jalan dan benteng-bentang pertahanan di luarngeri misalnya di
Birma, di Vietnam, di Thailand, di pulau-pulau Antilen dllnya. Rel-rel
keretaapi dicabuti untuk membuat senjata dan juga banyak pabrik dirusak
untuk keperluan perang. Anak-anak dipaksa menanam jarak atau bahan
makanan lainnya. Tidak boleh ada tanah yang tidak dikerjakan. Semua
diperuntukkan untuk kepentingan perang Jepang.
Jepang bertindak sedemikian rupa, karena mereka khawatir bahwa
lawan-lawannya: Uni Sovjet, Tentara Merah Tiongkok, Amerika Serikat dan
Eropa Barat akan mengambil inisiatif untuk melakukan balas dendam.
Tidak salah, memang akhirnya tentara
fasis Jerman, Itali dan Jepang dapat ditundukkan oleh Uni Sovjet dan
Tentara Sekutu. Tetapi sebelum Jepang menyerah, betapa parahnya
kehidupan ekonomi dan juga budaya masyarakat Indonesia ketika itu.
Seolah-olah masyarakat Indonesia sudah lumpuh dan tak berdaya lagi untuk
melakukan perlawanan menentang kekejaman tentara Jepang terhadap rakyat
Indonesia. Sikap kejam perintahan pendudukan Jepang tercermin pada nasib
rakyat Indonesia, barang siapa berusaha menentangnya maka resikonya
dipenggal kepalanya atau dijebloskan kedalam penjara dan diperlakukan
secara tidak manusiawi.
Dalam keadaan yang serba sulit
menimbulkan banyak kebimbangan dan pengkhianatan. Rasa ketakutan telah
membelenggu masyarakat  dan daya
kreasi menjadi lumpuh. Hanya golongan tertentu saja, khususnya
orang-orang yang mempunyai jiwa kepatriotan, berhasil mengatasi krisis
yang maha berat yang harus dihadapinya.

    Kedudukan sosial seniman pada
umumnya lemah. Berbeda dengan seniman-seniman barat. Mereka disamping
memperoleh jaminan  sosial dari
pemerintahnya mereka juga memperoleh pengakuan  dan penghargaan yang kuat dari masyarakat, karena mereka
berpandangan, bahwa tidak setiap orang dapat menjadi seniman dan seniman
dapat mengangkat budaya bangsa. Seniman memperoleh posisi tinggi didalam
masyarakat Eropa. Sedang di Indonesia tradisi yang semacam itu masih
asing atau belum berkembang. Hal ini mencerminkan masih terbelakannya
kesadaran berbudaya dari masyarakat. Hal ini dapat difahami, sebab
budaya yang berdominasi sekarang ini ialah bagaimana supaya orang dapat
kenyang, dapat bertempat tinggal yang wajar dan memiliki pekerjaan yang
dapat diandalkan untuk hidup.
Pada saat pendudukan Jepang,
tokoh-tokoh politik seperti Bung Karno, Hatta, Ki Hadjar
Dewantoro,Kiai Mansoer dan lain-lainnya tidak henti-hentinya
memberikan pendidikan politik dan
membangkitkan semangat patriotisme untuk sewaktu-waktu siap merebut
kemerdekaan. Jalan yang mungkin ditempuhnya yaitu bekerjasama dengan
pemerintah Jepang dan tepat pada waktunya, berjuang bersama-sama merebut
kemerdekaan, yang telah “dijanjikan” oleh pemerintah Jepang.
Berkat gemblengan tokoh-tokoh politik yang dilancarkan sejak jauh
sebelum kedatangan tentara pendudukan Jepang di Indonesia, yaitu ketika
gerakan kebangkitan nasional mulai bergerak melawan penjajahan, maka
tidak sedikit seniman-seniman dari berbagai cabang seni mengambil bagian
dalam gerakan tersebut dan mampu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
yang mereka hadapi. Dalam kaitan ini para
seniman musik tidak terkecualikan.
Memang pada fase pertama, ketika
Jepang telah mengambil alih pemerintahan kolonial Belanda terjadi
kevakuman. Peristiwa semacam ini adalah wajar. Tetapi karena para
pemimpin politik telah memberi anjuran untuk melakukan kerjasama dengan
pemerintah Jepang, maka para senimanpun segara mengambil langkah untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan.
Di bidang musik pemerintah
pendudukan militer Jepang melarang semua lagu-lagu yang berbau Barat.
Hanya musik “Ketimuran” terutama musik Jepang dan Indonesia memperoleh
prioritas. Lagu-lagu Jepang mulai berkumandang di radio, demikian juga
lagu-lagu dari musik Indonesia boleh diperdengarkan. Di sekolah-sekolah
mulai diajarkan kecuali bahasa Jepang juga lagu-lagu Jepang secara
intensif.. Setiap pagi anak-anak sekolah dan pegawai-pegawai kantor,
demikian juga buruh-buruh pabrik diharuskan menyembah Teno Heika,
penaikan bendera Jepang dengan sikap kemiliteran menghadap ke Timur
melagukan lagu kebangsaan Jepang Kimi Gajo.
Dengan masuknya musik Jepang, yang
nadanya “ketimuran” atau yang disebut pentatonik, maka sebenarnya
ditinjau dari sistem musik Indonesia tidak mengalami pembaharuan, sebab
di Indonesia sendiri kecuali memiliki nada pentatonik juga sudah
mengenal nada diatonik, yang dibawa orang-orang Eropa. Hanya lagu-lagu
Jepang memiliki warna suara yang spesifik, yang membedakan dengan warna
suara musik negeri-negeri Timur lainnya. Dalam kaitan ini para seniman
musik dengan sendirinya tertarik olehnya, karena mereka memperoleh
bahan-bahan baru untuk pekerjaan kreatifnya. Namun masyarakat Indonesia
sekalipun tiap hari dipaksakan untuk menyanyikan lagu-lagu Jepang, musik
Jepang tidak memperoleh sambutan yang positif, karena sikap kejam dari
tentara Jepang terhadap rakyat Indonesia. Setalah Jepang tidak berkuasa
lagi di Indonesia lagu-lagu Jepang yang hampir setiap hari dinyanyakan
oleh rakyat Indonesia, boleh dikata tidak meninggalkan
bekasnya.
Untuk propaganda perang dan peranan Jepang di Asia, pemerintah
pendudukan militer Jepang memandang radio adalah sabagai salah satu
komunikasi yang vital. Tetapi untuk merangkai siaran radio yang digemari
masyarakat Indonesia, tidak bisa hanya menyiarkan lagu-lagu Jepang dan
propaganda-propaganda perang saja. Jadi untuk memenuhi kebutuhan siaran
radio mutlak diperlukan lagu-lagu lokal atau lagu-lagu tradisional dan
lagu-lagu modern dari kroncong. Maka kroncong pada zaman Jepang menerut
Kusbini (tokoh musik kroncong dan seorang pencipta lagu-lagu kroncong)
tidak mengalami stagnasi, tetapi dapat berkembang. Hal ini tercermin
pada perkembangan kroncong sesudah 2 tahun Jepang berkuasa di Indonesia
banyak lagu-lagu baru yang di ciptakan oleh para pemusik Indonesia,
termasuk musik bentuk kroncong.
Tokoh-tokoh pencipta lagu-lagu
kroncong yang dapat dikedepankan disini antara lain Kusbini, Ismail
Marzuki, Syaiful Bahri, Soetedjo, Gesang, Mardjo Kahar, Kartolo,
Iskandar, Iskandi, M.Aogi, S.Kasdi, Yahya, Soemito, Widodo, Atunga,
dSoeminto dllnya.
Salah satu ciptaan Kusbini adalah”Merayu-rayu”. Lagu ini dapat
diartikan yang sebenarnya, tetapi juga suatu sindiran terhadap sikap
Jepang, yang merayu rakyat Indonesia untuk mencitainya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar