Rabu, 06 Juni 2012

KAJIAN PROSA FIKSI

TUGAS II:
KAJIAN PROSA FIKSI
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK CERPEN
“PERADILAN RAKYAT” KARYA PUTU WIJAYA


   

OLEH
LA MUDA
A2D1 09 178




PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010



A.    Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud dan bentuk dari perilaku yang diciptakan, contoh karya sastra yang sederhana adalah cerpen. Cerpen merupakan genre sastra yang jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan puisi dan novel. Tonggak penting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai Muhamad Kasim dan Suman Hasibuan pada awal 1910-an.
Cerpen merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan satu peristiwa (konflik tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan persoalan secara tuntas dan utuh. Awal cerita (opening) ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya. Kemudian, pada bagian akhir cerita (ending) ditutup dengan suatu kejutan (surprise).
Menurut Phyllis Duganne, seorang wanita penulis dari Amerika, cerpen ialah susunan kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai awal, bagian tengah, dan akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yakni inti cerita atau gagasan yang ingin diucapkan cerita itu. Seperti halnya
penamaannya, cerita pendek, cerpen ialah bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalam sekali duduk.
 Cerpen merupakan karya sastra yang  menarik dan sederhana. Menceritakan sebuah konflik secara singkat dan lugas, namun memiliki unsur-unsur sastra yang menarik. Cerpen yang di analisis adalah cerpen karya Putu Wijaya. Putu Wijaya merupakan salah seorang sastrawan yang produktif. Karya-karya Putu Wijaya banyak mendapatkan tanggapan dari para kritikus sastra. Berbagai komentar terhadap novel-novel Putu Wijaya baik yang bersifat sekilas atau yang sifatnya mendalam dalam bentuk esei bermunculan di media massa, buku, maupun dalam forum-forum seminar. Demikian pula karya-karya Putu Wijaya banyak dipergunakan sebagai objek penelitian bagi penyusunan skripsi oleh mahasiswa fakultas sastra. (Zulmasri 2008). Cerpen dan karya-karya Putu Wijaya menarik dan dikenal oleh masyarakat, sehingga menarik untuk dianalisis.


B.    Pembahasan
1.1    Unsure Interinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsure-unsur yang secara faktual dapat dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik dalam karya sastra, khususnya cerpen, meliputi tema, tokoh/ penokohan, alur (plot), gaya bahasa, sudut pandang, latar (setting), dan amanat.
1.1.1    Tema
Pengarang yang sedang menulis cerita pasti menuangkan gagasnnya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.Tema atau pokok persoalan cerpen “Peradilan Rakyat” adalah keadilan di masyarakat.
1.1.2    Alur
  Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, alur biasa disebut juga susunan cerita atau jalan cerita. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menyusun bagianbagian cerita, yakni sebagai berikut. Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian disebut alur maju. Urutan peristiwa tersebut meliputi:
- mulai melukiskan keadaan (situation);
- peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses)
- keadaan mulai memuncak (rising action);
- mencapai titik puncak (klimaks)
- pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement)
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas atau memiliki struktur. Alur adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab akibat.
Adapun alur yang digunakan dalam cerpen “Peradilan Rakyat” karya Putu Wijaya ini adalah alur maju (Progesif).

1.1.3    Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk dengan segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa. Latar ini ada tiga macam yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar tempa.
a.    Latar Tempat
Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsure tempat yang dipergunakan dalam cerpen ”Peradilan Rakyat” karya Putu Wijya ini terjadi dirumah pengacara senior (ayah). Ini ditujukan pada kutipan berikut:
“Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.”

b.    Latar Waktu
Latar waktu berhubung dengan “kapan” peristiwa-peristiwa yang diceritakan . dalam cerpen “Peradilan Rakyat” karya Putu Wijaya ini latar waktunya pada malam hari. Ini ditunjukan pada kutipan berikut ini:
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."
c.    Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal lainnya. Adapun latar sosial yang ada dalam cerpen ini dapat ditunjukan melalui kutipan berikut:
“Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah”.
1.1.4    Penokohan
Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwataka, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita
1.    Pengacara Muda (anak): merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun, bersemangat cerdas dan profesional terhadap pekerjaannya sebagi seorang pengacara. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini:
“Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri”
Dari kutipan diatas menunjukkan bahwa pengacara muda tersebut cerdas, dan berpikir kritis. Ia mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil dan profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara.
2.    Pengacara Senior (ayah):  Memiliki sikap yang bijaksana, penyayang, rendah hati. Hal tersebut berdasarkan kutipan:
“Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”
“Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan”.
Dari kutipan diatas, karakter tokoh ayah yang menyayangi dan merindukan putranya. Pengacara senior sudah tampak lemah dan tua.
3.    Sekretaris, perhatian, baik, cantik jelita. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini:
“Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
“Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam.”
1.1.5    Sudut Padang
Sudut pandang adalah visi pengarang dalam memandang suatu peristiwa dalam cerita. Untuk mengetahui sudut pandang, kita dapat mengajukan pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah tersebut? Ada beberapa macam sudut pandang, di antaranya sudut pandang orang pertama (gaya bercerita dengan sudut pandang “aku”), sudut pandang peninjau (orang ketiga), dan sudut pandang campuran. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam cerpen Peradilan Rakyat adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang  yang biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini
1.1.6    Gaya
Gaya bahasa adalah cara khas penyusunan dan penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan. Ruang lingkup dalam tulisan meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan majas, dan penghematan kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan seorang pengarang terhadap karyanya.
Adapun macam-macam gaya bahasa yang membangun cerpen “Peradilan Rakyat” karya Putu Wijaya dapat dilihat sebagai berikut:

a.    Gaya Bahasa Perbandingan dan Perumpamaan
Contohnya: penjahat itu licin seperti belut; rakus seperti monyet;seperti kucing dan anjing; seperti singa yang lapar; bagai air dengan minyak.
Pada cerpen gaya bahasa perumpamaan dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini:
•    Mereka menyebutku Singa Lapar.
•    Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
•    Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.
b.    Metafora
Adapun beberapa penggunaan gaya bahasa pada cerpen “Peradilan Rakyat” dengan menggunakan majas metafora yatu;
•    Dengan gemilang dan mudah ia mempencundangi negara dipengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu.


c.    Depersonikfikasi
Depersonifikasi adalah Gaya bahasa yang mengandaikan manusia atau segala hal yang hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku dan beku. Pada cerpen “Peradilan Rakyat” contohnya adalah sebagai berikut:
•    Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa.
d.    Personifikasi
Gaya  bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang menggerakan seluruh tubuhnya. Pada cerpen gaya “Peradilan Rakyat” bahasa personifikasi adalah sebagai berikut:
•    Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak diseluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.
e.    Gaya Bahasa Pertentangan
Hiperbola, gaya bahasa yang pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pertanyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Pada cerpen “Peradilan Rakyat” contoh gaya bahasa hiperbola adalah sebagai berikut:
•    Tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang, dicabik-cabik korupsi ini.
•    Namun yang lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya.
•    Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
•    Tapi aku tolak mentah-mentah.
•    Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.
•    Yang tua memicingkan mata dan mulai menembak lagi.
•    Juga bukan ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusian di mancanegara yang benci negaramu, bukan?
•    Entah luluh oleh senyum dibibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu.
•    membebaskan bajingan yang ditakuti oleh seluruh rakyat dinegeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung diudara.
•    Ia merayakan kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi.
•    Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
•    Penjahat besar yang akan terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat.
f.     Gaya bahasa Sinisme
Merupakan gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Pada cerpen adalah sebagai berikut:
      Tidak seperti pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang.
Maksudnya, saat ini banyak pengacara yang bekerja dengan tidak profesional. Menjual kejujuran demi kepentingan pribadi atau kelompok.



2.1    Unsur Ekstrinsik
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
2.    Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
3.    Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
4.    Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra.
Dalam cerpen Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya dapat penulis akan memaparkan unsur-unsur ekstrinsik yang membangun karya sastra tersebut. Adapun unsure-unsur eksitrinsik yang membangun cerpen Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya ini yaitu:
a.    Judul        : Peradilan Rakyat.
b.    Penulis        : Putu Wijaya
c.    Biorgrafi singkat penulis:
Putu Wijaya memiliki nama asli I Gusti Ngurah Putu Wijaya, lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali, 11 April 1944. Putu, dikenal sebagai seorang budayawan sastra yang telah menelurkan ribuan karya yang terdiri dari cerpen, novel serta naskah drama dan film.
Putu sendiri adalah bungsu dari lima bersaudara seayah dan tiga bersaudara seibu. Ayah Putu, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawai yang keras dalam mendidik anak-anaknya.
Putu diharapkan bisa menjadi dokter oleh kedua orang tuannya itu, telah menulis 30 novel, 40 naskah drama, ribuan cerpen, ratusan esei, artikel lepas dan kritik drama. Bahkan Putu juga telah menulis skenario film dan sinetron.
Selain itu, Putu juga seorang dramawan dengan memimpin Teater Mandiri sejak 1971. Bersama teather itu, dirinya telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Bahkan puluhan penghargaan diraih atas karya sastra tersebut.
Karya skenarionya pun telah dua kali meraih piala Citra Festival Film Indonesia (FFI), untuk PERAWAN DESA (1980) dan KEMBANG KERTAS (1985). Sementara karya bukunya yang banyak diperbincangkan di antaranya, Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali, dan lain-lain.

d.    Nilai sosial
Nilai sosial yang ada dalam cerpen Peradilan Rakyat Putu Wijaya ini penulis dapat tunjukan berdasarkan kutipan berikut ini:
“…Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Dari kutipan diatas, kita harus sadar bahwa kita harus selalu dapat membantu orang lain selagi kitamampu karena kita harus sadar bahwa pada hakikatnya kita adalah mahluk sosial.
   
e.    Nilai moral
Pesan moral yang ingin disampaikan Putu Wijaya dalam Cerpen Peradilan Rakyat ini adalah sebagai seorang penegak hukum seharusnya kita memperhatikan kepentingan orang banyak, jangan kita mengorbankan kepentingan orang banyak demi mempertahannkan rasa professional dalam dirikita.

f.    Nilai ekonomi
Nilai ekonomi yang ada dalam cerpen Peradilan Rakyat Putu Wijaya ini penulis dapat tunjukan berdasarkan kutipan berikut ini:
”…Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

Dari kutipan di atas, maka dapat kita lihat bahwa si Pengaca muda ini membela klayennya bukan karena uang tetapi dia hanya ingin agar klayennya menang. Hal ini menunjukan bahwa ekonomi tokoh pengacara muda ini cukup mapan. Dalam menjalankan profesinya sebagai pengacara dia tidak perlu disogok, dia hanya berpegang pada rasa professional yang ada dalam dirinya.


g.    Nilai pendidikan
Niali pendidikan yang ada di dalam cerpen Peradilan Rakyat Putu Wijaya ini penulis dapat tunjukan berdasarkan kutipan berikut ini:
“…Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini…."
Selain kutipan di atas, nilai pendidikan yang ada dalam cerpen Peradilan Rakyat Putu Wijaya ini penulis juga dapat tunjukan berdasarkan kutipan berikut ini:
"…Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting….”

Dari kedua kutipan diatas maka, untuk menegakan sebuah keadilan maka kita harus menegakannya dengan keadilan yang bersih tanpa berdasarkan kepentingan tertentu dan berusaha untuk menegakan keadilan berdasarkan kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar