Rabu, 06 Juni 2012

Kajian Puisi

PEMILIHAN KATA (DIKSI)
Penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya. Selain itu, juga ia ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat menggambarkan pengalaman jiwanya tersebut, untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya. Pemilihan kata dalam sajak disebut diksi.
Berfield mengemukakan bahwa bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imaginasi estetik, maka hasilnya itu disebut diksi puisi (1952 : 41). Jadi, diski itu untuk mendapatkan kepuitisan, untuk mendapatkan nilai estetik.
Penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens. Untuk hal ini penyair memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat melahirkan pengalaman jiwanya. Untuk mendapatkan kepadatan dan intensitas serta supaya selaras sarana komunikasi puitis yang lain, maka penyair memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya (Altenbernd, 1970 : 9). Penyair mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya dengan sangat cermat.
Untuk ketepatanya pemilihan kata seringkali penyair menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun sajaknya telah disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih juga diubah kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada baris atau kalimat yang diubah susunannya dihilangkan. Seperti misalnya Chairil Anwar, begitu cermat ia memili kata-kata dan kalimatnya. Misalnya sajaknya “Aku” yang terkenal itu, dalam Kerikil Tajam judulnya “Semangat”, dalam Deru Campur Debu (yang diserahkan lebih kemudian kepada penerbit, Cf. HBJ, Chairil Anwar, 1978 : 12) berjudul “Aku”. Juga kata ‘Ku tahu’ pada baris kedua bait pertama, diganti ‘Ku mau’ sebagai berikut.



SEMAGAT
Kalau sampai waktuku
‘Ku tahu tak seorang’ kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu !
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluruh menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawah berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
    (Kerikil Tajam, h. 15)
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang’ kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluruh menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawah berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi         (Deru Campur Debu, h. 7)



Chairil Anwar mengganti kata “Semangat” dimana mengandung arti perasaan yang menyala-nyala, dan terasa ada sifat propagandis ataupun rasa yang agak bombastis, berlebih-lebihan, ‘semangat-semangatan’. Sedangkan dalam kata “Aku” itu, terkandung perasaan yang menunjukan kepribadian penyair dan semangat individualistisnya. Kalau ditinjau dari sudut ini, maka kata “Aku” lebih tepat daripada kata “Semangat” untuk judulnya. Adapun judul “Semangat” itu sesungguhnya dulu untuk mengelabui sensor yang keras pada zaman Jepang itu, dapat lolos dari sensor. Sedangkan pada kata ‘Ku tahu’ ini menunjukan (mengandung) perasaan pesimistis, rasa keterpencilan. Bila sajak itu dideklamasikan, maka nadanya rendah dan melankolik. Hal ini tidak sesuai dengan bait-bait selanjutnya yang penuh semangat dan rasa vitalitas yang menyala. Maka dirasa kata itu tidak tepat dan diganti oleh penyair dengan kata   ‘Ku mau’ yang lebih menunjukkan kemudian pribadi yang kuat. Ia mau orang lain tidak bersedih, tidak merayu atas kematiannya. Dengan demikian, kata itu sesuai dengan keseluruhan sajak itu. Cara mendekalamasikannyapun dengan penuh vitalitas, tidak melankolis lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar